Pertanyaan:
Mohon dijelaskan mengenai hukum Isbal, Jenggot, dan Kumis?
Hamba Allah
Jawaban:
A. Hukum Isbal
Pakaian
merupakan salah satu nikmat yang besar di antara nikmat-nikmat Allah.
Di samping sebagai penutup aurat, melindungi tubuh, pakaian pun
berfungsi sebagai penghias yang menambah keelokan dan kecantikan.
Dengan pakaian, Allah mengingatkan manusia agar mengagungkan
nikmat-nikmat-Nya serta menjaga diri dari keburukan.
Agar
manusia terhindar dari keburukan dalam berpakaian, Allah telah
menetapkan aturan yang jelas dan terperinci melalui sunah Rasul-Nya.
Salah satu aturan itu menyangkut masalah isbal, yakni berpakaian di bawah mata kaki.
Hadis-hadis tentang menurunkan pakaian di bawah mata kaki secara garis besar terbagi kepada dua macam, yakni bersifat mutlaq (tidak dibatasi oleh sebab) dan bersifat muqayyad (dibatasi oleh sebab). Kemudian dilihat dari segi ungkapan bahasa, matan hadis-hadis tersebut menggunakan tiga ungkapan, yaitu al-isbal (melabuhkan pakaian di bawah mata kaki), al-jarr (melabuhkan pakaian sampai menyapu tanah) dan al-wath’u
(melabuhkan pakaian sampai terinjak). Apakah ketiga macam ungkapan itu
menunjukkan cara berpakaian yang melanggar syariat, sehingga diancam
dengan neraka ? Untuk itu marilah kita perhatikan hadis-hadis yang
berkaitan dengannya sebagai berikut.
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ:
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ
إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ قَالَ
فَقَرَأَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص ثَلاَثَ مِرَارٍ قَالَ أَبُوْ ذَرٍّ خَابُوْا وَخَسِرُوْا مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : أَلْمُسْبِلُ وَالْمَنَانُ وَالْمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
Dari
Abu Dzar, dari Nabi saw., beliau bersabda, “Tiga orang yang tidak akan
diajak bicara, tidak akan diperhatikan, tidak akan disucikan oleh Allah
pada hari kiamat, dan mereka mendapat siksa yang pedih” Kata Abu Dzar,
“Rasulullah mengucapkannya sebanyak tiga kali” Abu Dzar berkata, “Siapa
mereka yang celaka dan merugi itu wahai Rasulullah?” Rasul menjawab,
“Orang yang melabuhkan pakaian, yang mengungkit-ungkit pemberian, dan
menawarkan dagangannya dengan sumpah palsu”. H.r. Muslim, Shahih Muslim, I:102; Ibnu Hiban. Shahih Ibnu Hiban, XI:272; Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi, II:346-347; Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, II:42; An-Nasai, Sunan An-Nasai, V:81; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, II:744; Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, V:165; Al-Bazzar, Musnad Al-Bazzar, IX:417; Ahmad, Musnad Ahmad, V:162. Redaksi di atas riwayat Muslim.
عَنْ يَعْقُوْبَ بْنِ عَاصِمٍ أَنَّهُ سَمِعَ الشَّرِيْدَ يَقُوْلُ أَبْصَرَ رَسُوْلُ اللهِ ص رَجُلاً يَجُرُّ إِزَارَهُ … فَقَالَ إِرْفَعْ إِزَارَكَ وَاتَّقِ اللهَ
Dari Yakub bin Ashim, bahwasanya ia mendengar asy-Syarid berkata, “Rasulullah saw melihat
seorang laki-laki sedang bersarung yang menyapu tanah menarik
sarungnya… Maka beliau bersabda, ‘Angkatlah sarungmu itu dan
bertaqwalah kepada Allah”
Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Musnad lil Imamil Ahmad, IV :390; Ath-Thawawi, Musykilul Atsar, II:287. Redaksi di atas riwayat Ahmad.
Hadis-hadis tersebut seluruhnya mutlaq, yaitu tanpa di-taqyid (dibatasi) dengan khuyala’a dan bathr (sombong), pokoknya isbal (melabuhkan pakaian di bawah mata kaki) dan jarr
(menggusur pakaian menyapu tanah) adalah terlarang dan diancam dengan
neraka. Selanjutnya marilah kita perhatikan hadis-hadis yang muqayyad dengan taqyid (pembatas) khuyala’a dan bathr (sombong).
a. Dengan ungkapan jarr
مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ لاَ يُرِيْدُ بِذلِكَ إِلاَّ الْمَخِيْلَةَ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Barangsiapa melabuhkan pakaian dengan maksud sombong, sesungguhnya Allah tidak akan memperhatikannya pada hari kiamat” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Awanah, Musnad Abu Awanah, V:247; Ahmad, Musnad Imam Ahmad, II:45.
Keterangan ini diperkuat oleh riwayat Ibnu Umar sebagai berikut:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ إِنَّ الَّذِيْ يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya orang yang melabuhkan
pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.’”
H.r. Muslim, Shahih Muslim, III: 1652; Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, II:233; Ahmad, Musnad Imam Ahmad II:5; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, II:1181; dan pada riwayat At-Thabrani menggunakan redaksi
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ فِي الدُّنْيَا لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ – المعجم الكبير 2 :130
وَمَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنَ الْمَخِيْلَةِ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ - المعجم الكبير 2 :39 –
b. Dengan ungkapan isbal
عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِيِّ ص. قَالَ: مَنْ أَسْبَلَ إِزَارَهُ فِى صَلاَتِهِ خُيَلاَءَ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِى حِلٍّ وَ لاَحَرَامٍ.
Dari
Ibnu Masud, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Siapa yang melabuhkan
sarungnya dalam salat karena sombong, maka ia di hadapan Allah seperti
orang yang tidak mengenal halal dan haram”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Aunul Ma’bud, II:340; At-Thabrani, Al-Mu’jamul Kabir, IX:315 hadis no. 9368. Dalam hadis lain dengan redaksi
عَنْ
سَالِمٍ عَنْ أَبِيْهِِ عَنِ النَّبِيِّ ص. قَالَ: الإِسْبَالُ فِى
اْلإِزَارِ وَالْقَمِيْصِ وَالْعِمَامَةِ مَنْ جَرَّ مِنْهَا شَيْئًا
خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرْ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dari
Salim, dari ayahnya, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Isbal pada kain,
gamis, dan imamah itu ialah orang yang menggusur suatu bagian dari
pakaian tersebut karena sombong, Allah tidak akan memandangnya pada
hari kiamat”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Aunul Ma’bud, XI:153; An-Nasai, Sunan An-Nasai, VIII:597; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, II:278; Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, VI:31.
عَنْ جَابِرِ بْنِ سُلَيْمٍ الْهُجَيْمِيِّ قَالَ أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم … قَالَ … وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّ إِسْبَالَ الإِزَارِ مِنَ الْمَخِيْلَةِ وَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيْلَةِ
Dari
Jabir bin Sulaim Al-Hujaimi, ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah
saw. … Beliau bersabda, ‘…dan jauhilah olehmu melabuhkan pakaian,
karena melabuhkan pakaian itu termasuk sombong. Dab sesungguhnya Allah
tidak menyukai kesombongan.’”
Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, V:486 dan X:236; Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, V:166; Abu Daud, Sunan Abu Daud, IV:56; Ibnu Hiban, Shahih Ibnu Hiban,II:281.
c. Dengan ungkapan wathu
عَنْ هُبَيْبٍ عَنِ النَّبِيِِّ ص قَالَ: مَنْ وَطِئَ عَلىَ إِزَارِهِ خُيَلاَءَ وَطِئُهُ فِى النَّارِ.
Dari Hubaib r.a., ia mengatakan dari Nabi saw., beliau telah bersabda, ”Barangsiapa menginjak kainnya karena sombong, maka kain itu akan menginjaknya di neraka”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Musnad lil Imamil Ahmad, III:437 dan IV:162; Anaknya (Abdullah) dalam Zawa’idul Musnad, III:437 dan IV:237; Al-Bukhari, At-Tarikhul Kabir, VIII:257 no. Rawi 2907; Abu Ya’la, Musnad Abu Ya’la, III:111-112, Hadis no. 1542; At-Thabrani, Al-Mu’jamul Kabir, XXII:206, hadis No. 543-544; Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Ishabah fi Tamyizis Shahabah, IX:125 dan X:237.
Keterangan-keterangan di atas menegaskan bahwa yang dimaksud dengan isbal itu sama maknanya dengan wath’u dan jarr. Hanya yang menjadi persoalan, apakah hadis-hadis secara mutlaq di atas dapat dipahami secara muqayyad ? Ada yang berpendapat bahwa dalil mutlaq dalam masalah ini tidak dapat dipahami secara muqayyad, karena berbeda sebab dan hukumnya. Sebab yang pertama adalah isbal secara mutlak, sedang yang kedua adalah isbal karena sombong.
Seandainya isbal secara mutlak dijadikan sebab bagi hadis-hadis mutlaq
di atas, maka Nabi sendiri termasuk yang diancam oleh neraka, karena
pakaian beliau pun menyapu tanah ketika terjadi gerhana matahari
(lihat, hadis Abu Bakrah riwayat Al-Bukhari), demikian pula Abu Bakar.
Apakah dapat dinyatakan bahwa Abu Bakar adalah calon neraka karena ia
melakukan isbal tidak dengan sombong ? Dan mengapa Rasulullah
tidak memerintahkan Abu Bakar agar menaikkan pakaiannya ? Dapatkah kita
mengatakan bahwa Rasulullah membiarkan Abu Bakar masuk neraka ?
Tentunya apa yang diperbuat oleh Rasulullah tidaklah termasuk perbuatan yang terkena ancaman.
Oleh sebab itu, Ibnu Hajar berkata, “Dan di dalam hadis-hadis ini (diterangkan) bahwa isbal (melabuhkan) kain karena sombong adalah termasuk dosa besar. Adapun yang
bukan karena sombong maka zhahirnya hadis-hadis tersebut
mengharamkannya pula. Namun kemutlakan ini harus ditetapkan
pengertiannya berdasarkan hadis yang sudah di-taqyid dengan khuyala’a (karena sombong) yang diancam oleh Rasulullah saw. berdasarkan kesepakatan para ulama. Maka isbal itu tidaklah haram apabila terlepas dari khuyala’a” Fathul Bari,IX:436.
Imam
Asy-Syaukani juga menerangkan, “Maka ancaman yang tersebut pada bab ini
tertuju kepada yang mengerjakannya karena sombong”. Nailul Authar, II:118.
Dengan demikian yang menjadi sebab larangan isbal itu bukan semata-mata isbalnya, melainkan khuyala’a (sombong) pada saat melakukan isbal, jarr, atau wath’u.
Kesimpulan
1.
Pendapat yang mengatakan bahwa yang melabuhkan pekaian tidak karena
sombong tidak diancam neraka tetapi tidak akan diajak bicara, tidak
akan dilihat, tidak akan dibersihkan dari dosa. Adapun yang karena
sombong akan masuk neraka pendapat ini terlalu dipaksakan karena
ancaman di atas berarti masuk neraka.
2. Masalah model dan bentuk pakaian adalah urusan keduniaan yang asal hukumnya mubah.
3. Al-khuyala, al-bathru, dan al-kibru (sombong dan takabur) dalam hal apapun hukumnya haram.
B. Hukum Jenggot dan Kumis
Allah
swt. memerintah memanjangkan atau membiarkan janggut dan memerintahkan
mencukur kumis karena untuk membedai musyrikin atau majusi melalui
kata-kata:
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
berbedalah kalian dengan musyrikin, cukurlah kumis-kumis dan biarkanlah janggut-janggut.
dan kata-kata :
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
Cukurlah kumis-kumis sampai habis dan biarkanlah janggut-janggut, dan berbedalah kalian dengan Majusi.
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaannya itulah yang menjadi pokok permasalahan.
Apalagi jika kita memperhatikan sebab-sebab mengapa Rasulullah saw. bersabda demikian, berdasarkan riwayat sebagai berikut:
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ : ذَُكِرَ لِرَسُولِ اللهِ الْمَجُوسَ , فَقَالَ :
إِنَّهُمْ يُؤْفُونَ شِبَالَهُمْ وَيَحْلِقُونَ لِحَاهُمْ فَخَالِفُوهُمْ
– رواه ابن حبان –
Dari
Ibnu Umar r.a., ia mengatakan, “Diterangkan kepada Rasulullah saw.
tentang Majusi beliau bersabda, ‘Sesungguhnya mereka membiarkan
kumis-kumis dan mencukur janggut-janggut mereka, berbedalah kalian dari
mereka.’”
Oleh
karena itu memanjangkan jangggut dan mencukur kumis menjadi tidak
bermakna apabila sudah tidak lagi menjadi pembeda antara kita dengan
kaum musyrikin atau majusi itu.
Masalah ini sejalan dengan keterangan sebagai berikut :
عَنْ
يَعْلَى بْنِ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِفُوا الْيَهُودَ
فَإِنَّهُمْ لَا يُصَلُّونَ فِي نِعَالِهِمْ وَلَا خِفَافِهِمْ -رواه ابو داود, عون المعبود 6:354-
Dari
Ya’la bin Sya’dad bin Aus dari bapaknya, ia mengatakan, “Bahwa
Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Berbedalah kalian dengan orang yahudi
sesungguhnya mereka salat dengan tidak memakai sendal-sendal dan
sepatu-sepatu mereka.’”
Kebiasaan
orang-orang yahudi apabila masuk tempat peribadahan dan beribadah
ditempat itu mereka senantiasa membuka sandal-sandal dan sepatu-sepatu,
sehingga Rasulullah saw. memerintahan agar kaum muslimin melakukan
salat dengan memakai sandal. Hal ini jelas sekali maksudnya agar
Berbeda dengan yahudi. Jadi sungguh telah sangat terang masalah yang
sebenarnya bahwa yang menjadi ibadah bukan memakai dan membuka sandal
di dalam salat yang menjadi ibadah melainkan membedai yahudinya.
Dan
perlu diketahui bahwa ukuran membiarkan dan memanjangkan jaggut sendiri
tidak terdapat batasan yang jelas, apakah sama sekali tidak boleh di
potong. Terbukti didapatkan riwayat yang mengatakan bahwa Ibnu Umar
suka memotong janggutnya.
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ
فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ – البخاري
Dari
Ibnu Umar dari Nabi saw., beliau bersabda, “Berbedalah kalian dari
musyrikin dan suburkanlah janggut-janggut dan cukurlah kumis-kumis.
Adapun Ibnu Umar apabila berhaji atau berumrah beliau menggenggam
janggutnya dan yang tidak tergenggam (tersisa) dipotongnya.”
Padahal hadis-hads yang menyatakan tidak boleh memotong janggut juga berasal dari Ibnu Umar.
Timbul
pertanyaan, bukankah memanjangkan janggut dan mencukur kumis merupakan
dua dari sepuluh pekerjaan memelihara fitrah yang termasuk ke dalam
sabda Rasulullah saw.?
عَنْ
عَائِشَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَشْرَةٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ
وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ
وَالِاسْتِنْشَاقُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ
الْمَاءِ
Dari
Aisyah dari Rasulullah saw.,”Sepuluh yang termasuk fitrah;mencukur
kumis, memotong kuku, membersihan kotoran-kotoran badan, membiarkan
janggut, menggosok gigi, berkumur-kumur, mencabuti bulu ketiak,
memcukur bulu kemaluan, dan becebok.”
Dari
0 komentar:
Post a Comment
Hi Friends type you comment about my article above, thanks for visit my blog